PEREMPUAN KOPI

on Kamis, 29 April 2010
: erise anggraini


adakah, kau bersekongkol
dengan bubukbubuk kopi
yang kutebar sebar
di bulubulu mataku malam itu

atau mungkin, robusta
yang kau teguk
benar memesan tempat
di sudut bola mataku

mencoba bermainmain
dengan sunyi
mencoba bermainmain
dengan sepi


asal tahu saja,
aku ingin menganyam detak detik
yang lambat mengejar angin
ketika kita melihat
dua cangkir kopi hangat
terpacak di atas meja

entah kau
entah aku
terserah tangan siapa
yang menyulam itu
aku cuma ingini saja
saat itu suatu waktu


29 april, 2010

SUNYI MATI

on Jumat, 23 April 2010
sendiri

kugantung leher sunyi di tepi dini hari

sunyipun mati

dan ruhnya terbang menuju jemari sepi



april 2010

DINDING

tahukah, aku harus berlindung dari sengat terik mentari
dan menjauh dari lidah-lidah yang kering, untuk
sekedar menyapamu

aku juga harus sesekali bercampur dengan lumpur
dan setia mengintip dari belakang rerumputan, untuk
sekedar menjagamu

pun ketika kutahu kau juga merindukanku, aku harus pontang-panting
menggebrak ragu. merajam kaki yang tak mau diajak menemuimu
dan semuanya pasti berujung sendu

entah, setiap tanganku hendak menyentuhmu
ada dinding tebal yang selalu muncul di depan dadamu.



april 2010

RINDU ANGIN

on Minggu, 18 April 2010
I

kemarin,
setelah baru saja
selesai menyapa guguran
embun yang menempel
pada helai-helai
rumput di halaman, ia
datang mengetuk
kaca jendela
kamarku.
tanpa suara,
hanya
rasa.

lalu
kubuka
jendela
"apa kabar rindumu, kawan?
aku rindu mengantar suratsuratmu"

bisiknya pelan, sembari langsung
mengelus lembut
rambutku.

- dan bahkan anginpun
menanyakan kabar rinduku -


II

memang
sudah lama
tak kuselipkan
sepotong rinduku
di hembusanmu, angin.

sungguh,
bukan aku
tak ingin. namun
telah kutahu
ia merindu
angin
yang
lain.



dini hari, april 2010

SEPARUHKU

kulepas separuhku bersama angin
yang melintas ke utara
namun seluruhkulah yang sesungguhnya ingin
mengetuk kau punya jendela

~Maret 2010

PADA HENING RINDU

on Minggu, 11 April 2010
Rona puncak senja merebah di antara kita
Biaskan semburat jingga pada kursi pelangi
Kita bersandar di bawah rindang akasia
Menjemput hening dalam hati

Sapa bayu membuai kenangan kita
Melemas cemas pada pudar bayang-bayang
Kita hitung senyum gugur daun akasia
Rindu tetap menyibak pandang

Perlahan senja memudar
Kita balutkan rindu pada angin yang melintas
Melagukannya pada kedalaman tatap
Dimana hening kita berakar

Malam menjemput tanpa bawa kelam
Kita gegas rumuskan suatu gugusan rindu
Meredam gundah, mencipta nada
Mewujud rerupa nuansa di sisa-sisa asa
Saat kau atau mungkin aku
Memandang mataku atau matamu

Sayap-sayap hening lembut mengepak
Menganyam seribu rahasia diantara kita
Yang masih belum jua terungkap mata
Bilurkan getar-getar rasa
Ketika kau atau bila aku
Membaca hening di relung hati terdalam

Gulir malam kian buaikan hening
Kita terbius aroma penantian
Tenggelam, lesap bersama bunyi gugurnya dedaun
Irama degup-degup jantung terus teduh mengalun
Kala kau atau niscaya aku ;
Akhirnya memahami isyarat dari dua pasang bola mata

Sahabat, aku bukan mentari yang biasa menerangi
Namun aku terbakar jika kau disentuh api

Pun aku sahabat, yang bukan purnama di gelap malam
Namaku purna andai bayangmu terdera kelam


Tegal-Gorontalo-Palembang, 08042010

Puisi Kolaborasi 3 Sahabat: Yazid Musyafa, Arther Panther Olii, dan Fran HY